Indonesia, sebuah bangsa besar yang memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Mari kita cermati kalimat di atas “…memproklamirkan kemerdekaannya…”. Pada kalimat tersebut, saya masih agak bingung, kata ganti –nya tersebut merujuk pada apa/siapa. Saya bingung, apakah merujuk pada masyarakat Indonesia secara jiwa dan raga ataukah merujuk pada bangsa ini secara fisik. Maksud saya, secara teritori, regulasi dll atau merujuk pada keduanya? Saya sungguh masih bingung.
Pada tulisan ini, saya tidak akan membahas tentang kebingungan saya tersebut karena sepertinya tidak akan memberi manfaat apapun pada pembaca. Sampai sekarang, saya lebih suka memaknai kemerdekaan adalah kemerdekaan jiwa manusia, bukan kemerdekaan fisik. Kemerdekaan jiwa bagi saya adalah ketika semua orang Indonesia telah mampu berperilaku secara tepat, tanpa paksaan apapun dari siapapun.
Sampai saat ini, saya masih menganggap bahwa jiwa mayoritas orang Indonesia belum merdeka. Saya mengatakan ini bukan tanpa fakta, mayoritas orang Indonesia belum memiliki kesadaran untuk berperilaku secara tepat tanpa adanya keadaan yang memaksa mereka untuk bertindak tepat. Contoh paling jelas adalah soal ketepatan waktu. Pada umumnya, orang Indonesia akan berangkat pada pukul 10.30 pada undangan pukul 09.00, ketidaktepatan waktu merupakan sebuah hal yang sangat amat lazim ditemukan. Saya berpendapat bahwa memang mayoritas orang Indonesia belum berjiwa merdeka karena hal ini tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat umum, bahkan para pemuda yang katanya beridealisme tinggi ingin mengubah Indonesia menjadi lebih baik pun melakukan hal yang sama. Banyak yang mengatakan bahwa ketidaktepatan waktu disebabkan banyak hal seperti letak geografis, kesibukan dll. Bagi saya pribadi, itu semua OMONG KOSONG ! menurut saya, masalah paling mendasar adalah soal jiwa. Saya akan memberikan contoh nyata mengenai hal ini. Pada saat penyambutan mahasiswa baru atau yang biasa disebut dengan ospek yang saya alami selama 4 hari, semua mahasiswa baru datang tepat waktu pada pukul 05.30 karena bagi mahasiswa yang terlambat akan dikenai hukuman berupa dibentak-bentak oleh para senior ataupun hukuman lain yang bagi kami memberatkan dan ingin kami hindari. Setelah berakhirnya masa ospek, masa kuliah pun dimulai. Pada masa kuliah, kelas paling pagi dimulai pada pukul 07.00, semua orang tahu bahwa pukul 05.30 jauh lebih pagi dan udara pun biasanya jauh lebih dingin dibandingkan dengan pukul 07.00, akan tetapi para mahasiswa yang mengikuti kelas pukul 07.00 masih saja banyak yang datang terlambat. Keterlambatan pun terjadi ketika mahasiswa akan mengadakan pertemuan, rapat atau apa lah namanya, ketika undangan yang diberikan tertulis pukul 13.30 pertemuan tersebut biasanya baru akan dimulai pada pukul 14.30. Sebuah lembaga di kampus saya memberlakukan denda pada setiap peserta yang datang terlambat untuk mengikuti pertemuan, saya dengar besarnya denda yang harus dibayarkan adalah Rp. 1000,-/menit. Saya dengar cara ini efektif agar para peserta datang tepat waktu. Fakta ini pun semakin menguatkan opini saya bahwa jiwa mayoritas orang Indonesia belum merdeka. Masyarakat Indonesia belum sadar betul untuk berperilaku tepat waktu, orang Indonesia belum sadar sepenuhnya bahwa waktu merupakan sesuatu yang sangat berharga, tidak dapat kembali dan tidak dapat dipinjam ataupun dibeli. Masyarakat kita hanya akan berperilaku tepat waktu ketika adanya paksaan bukan karena kesadaran.
Saya akan memberikan contoh lain. Mayoritas teman-teman saya tinggal di wilayah kos-kosan yang jaraknya tidak lebih dari 1.5 Km, bahkan beberapa teman jarak tempat tinggalnya ke kampus hanya sekitar 200 meter. Meskipun jaraknya dekat, teman-teman saya ini masih saja datang terlambat kalau ke kampus. Ada teman yang beralasan bahwa kondisi jalanan macet, ada yang beralasan berebut kamar mandi dan jarak yang jauh. Saya katakan bahwa perilaku tepat waktu hanyalah tentang jiwa dan sikap. Saya sendiri, tinggal di sebuah rumah yang jaraknya dari kampus 7.8 Km, jalanan yang harus saya lewati adalah Jalan Solo yang merupakan jalan protokol di kota Yogyakarta yang juga macet pada jam sekolah, tetapi dengan bangga saya katakan bahwa saya selalu datang sebelum kuliah dimulai pada pukul 07.00. Saya selalu datang sebelum kuliah dimulai karena saya memiliki keinginan yang kuat untuk bisa kuliah tepat pada waktunya, untuk memenuhi keinginan ini pun saya harus rela untuk bangun pagi, mencari sarapan saat masih pagi dan harus berkorban untuk tidak menyaksikan kartun favorit saya yakni “Curious George” yang ditayangkan pada pukul 06.30 karena pada jam tersebut saya telah memulai perjalanan ke kampus. Ketika saya menggunakan sepeda pun saya tidak terlambat untuk masuk kelas karena saya rela untuk bangun lebih pagi, sarapan lebih pagi dan melewatkan lebih banyak program televisi pagi favorit saya.
Fakta-fakta tersebut sepertinya cukup dapat menjelaskan bahwa keterlambatan atau ketepatan waktu adalah soal jiwa dan sikap. Saya sadar sepenuhnya bahwa waktu merupakan hal yang sangat berharga bagi semua orang sehingga saya mungkin harus mengorbankan sedikit waktu saya sebagai bentuk penghormatan saya terhadap orang yang merelakan waktunya untuk saya. Demikian tulisan ini saya buat, tujuan dari tulisan ini adalah memicu kemerdekaan bagi jiwa-jiwa orang Indonesia pada umumnya di semua kalangan agar dapat berperilaku tepat tanpa adanya paksaan. Saya mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan dengan tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat, terima kasih telah membaca.
No comments:
Post a Comment