Tuesday 28 June 2011

Kekanak-kanakan

Seringkali kita mendengar kata kekanak-kanakan, sebuah sikap yang dianggap negatif atau buruk. Sebuah persepsi yang menurut saya tidak sepenuhnya tepat. Ada banyak hal positif dari sikap kekanak-kanakan yang belum banyak disadari.
Bersikap kekanak-kanakan sering diidentikkan dengan bersikap seperti anak-anak. Sikap-sikap tersebut diantaranya tidak mau berpikir, ceroboh, emosional dan lain-lain. Sebenarnya kekanak-kanakan memiliki banyak sisi positif yang belum banyak disadari oleh banyak orang.
Sikap pertama yang sering dianggap buruk adalah tidak mau berpikir ; bertindak tanpa memikirkan resiko yang ada. Sikap ini memang memiliki sisi negatif, akan tetapi banyak juga sisi positif dari sikap ini. Bertindak tanpa memikirkan resiko merupakan tindakan seseorang pemberani sejati ! Ketika seseorang telah memasuki usia yang dapat dikatakan dewasa, dia akan selalu berpikir mengenai resiko yang ada sebelum mengambil setiap keputusan. Memikirkan resiko yang ada itu penting akan tetapi jangan larut dalam pemikiran tersebut sehingga membuat kita lupa untuk melakukan sesuatu yang lebih penting daripada berpikir ; bertindak, mengambil keputusan. Saat ini, kebanyakan orang yang memegang peranan penting telah kehilangan sikap kekanak-kanakan yang ini. Orang-orang tersebut terlalu takut untuk bertindak, lebih tepatnya mungkin takut untuk menerima akibat dari keputusan yang mereka buat. Sebuah sikap yang menurut saya tidak tepat sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin seharusnya menunjukkan sikap yang paling berani dalam mengambil setiap keputusan. Sebagai contoh adalah sikap yang ditunjukkan oleh William Wallace yang diperankan dengan baik oleh Mel Gibson pada film Braveheart (yang merupakan film favorit saya). Pasukan Skotlandia yang dipimpinnya berjumlah jauh lebih sedikit daripada pasukan Inggris, pada saat itu pihak Inggris sempat menawarkan untuk tidak bertempur. Jika kita berpikir logis, kita pasti memilih untuk tidak bertempur karena tidak ada resiko untuk mati di medan pertempuran, dengan jumlah pasukan yang jauh lebih sedikit maka secara logika pasukan Wallace akan kalah. Akan tetapi apa yang terjadi, Sir William Wallace dengan gagah berani berkata kepada Pasukan Inggris bahwa pasukannya siap untuk bertempur dan akan memaksa Pasukan Ingggris untuk kembali ke wilayahnya. Orang pasti berpikir bahwa Wallace adalah orang gila, saya pun demikian. Akan tetapi, jika saat itu Wallace tidak melakukan tindakan gila tersebut, saat ini kita tidak akan mengenal Skotlandia. Contoh lain dari sikap tanpa memikirkan resiko adalah para bonek yang sejatinya adalah pahlawan bangsa ini. Jika kita membaca sejarah, 10 November 1945 merupakan hari bersejarah bagi Indonesia. Pada saat itu, pemuda-pemuda Surabaya dengan begitu beraninya melawan penjajah dengan merobek warna biru pada bendera Belanda sehingga bendera yang berkibar adalah Merah Putih ; bendera Indonesia. Apabila mereka terlalu berfokus untuk memikirkan resiko yang ada tanpa bertindak, mungkin saja saat ini kita tidak bisa mengibarkan bendera Merah Putih secara terbuka. William Wallace dan para pemuda Surabaya saat itu adalah orang-orang dewasa yang bisa berpikir logis, mereka menyadari resiko yang ada tetapi mereka tidak berlarut-larut memikirkan resiko tersebut sehingga lupa untuk bertindak. Resiko memang akan selalu ada sebagai konsekuensi dari tindakan, akan tetapi resiko terbesar adalah ketika seseorang tidak berani mengambil resiko. Pasukan Skotlandia yang dipimpin Wallace memang kewalahan menghadapi pasukan Inggris, para bonek Surabaya juga tidak mengalahkan penjajah dengan mudah, mereka harus berjuang mati-matian dan jatuhnya korban pun tak dapat dihindari. Namanya perang itu ya harus perang, kalaupun kalah itu bukan soal. Kehormatan dan harga diri merupakan harta berharga yang wajib untuk dijaga. Lebih baik mati bersimbah darah daripada hidup menanggung malu.
Tindakan kekanak-kanakan tanpa memikirkan resiko tersebut ternyata telah hilang di Negara ini. Sebagai contoh, ketika nelayan Indonesia ditangkap Malaysia ketika mencari ikan di wilayah sendiri menurut peta Indonesia (Malaysia memiliki peta sendiri yang menganggap wilayah tersebut adalah wilayah mereka), para pemimpin kita tidak berani bertindak secara tegas. Menteri Kelautan dan Perikanan (yang keturunan Arab dan agaknya seorang muslim taat) ketika diminta untuk memberikan penjelasan mengenai hal ini justru berkhotbah dengan memberikan contoh pada jaman Nabi Muhammad yang sabar berdiplomasi sehingga tidak timbul korban. Saya yang saat itu mendengar pernyataan tersebut, dengan emosi yang naik berkata “Ini Indonesia, bung, bukan Arab, bukan pula Negara Islam!”. Narasumber lain pada program tersebut yang agaknya juga gerah dengan sikap tersebut mengatakan “Pemerintah Indonesia mungkin lemah, tapi tidak dengan Rakyat Indonesia !”. Pada saat itu, saya pribadi berpendapat bahwa “Ganyang Malaysia” adalah harga mati. Tidak peduli seberapa kuat backing Malaysia, keberanian bertindak untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri bangsa adalah yang terpenting. Toh sejarah dunia menunjukkan bahwa pasukan Skotlandia yang dipimpin oleh William Wallace bisa mendapatkan kemerdekaannya walaupun harus melawan Inggris yang sangat kuat. Para leluhur kita yang berjuang hanya dengan bambu runcing pun bisa mengusir penjajah yang bersenjatakan senapan. Ada sebuah kalimat “the man behind the gun is more important than the gun.” Seharusnya orang sadar bahwa diri mereka lebih penting daripada senjata, para bonek pun tanpa senapan bisa mengusir Belanda, kenapa Indonesia tidak berani untuk berperang melawan siapapun yang telah menginjak-injak harga diri bangsa. Mungkin pula orang-orang Indonesia telah kehilangan harga diri, kehormatan dan tidak memiliki rasa malu dengan perlakuan yang merendahkan bangsa tersebut.
Demikian penjelasan positif dari salah satu sikap kekanak-kanakan menurut saya. Saya harap dapat membuka pikiran Anda bahwa bersikap kekanak-kanakan itu tidak selamanya buruk, bahkan justru positif. Mohon maaf apabila terdapat kata atau kalimat yang kurang berkenan. Terima kasih telah membaca, semoga bermanfaat.

2 comments: