Memasuki bulan September,
kita teringat akan sebuah peristiwa tewasnya seorang aktivis HAM dari Jawa
Timur bernama Munir, tepatnya pada 7 September 2004. Kasus Munir belum juga
menemui titik terang sama sekali selama 8 tahun, bahkan terkesan tidak diurus sama
sekali meskipun Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kampanyenya menyatakan
akan memperjuangkan kasus ini jika terpilih sebagai RI-1. Pada kenyataannya,
SBY yang berhasil menjabat presiden untuk 2 periode tidak (atau belum)
memperjuangkan kasus Munir secara serius. Jauh sebelum kasus Munir, di tempat
yang jauh dari Indonesia, 96 fans Liverpool meninggal dunia secara tragis
akibat kecerobohan penyelenggara pertandingan FA Cup di Hillsborough. Peristiwa
ini rasanya jauh lebih parah dibandingkan kasus Munir. It’s my subjective view.
Beberapa hari yang lalu,
setelah 23 tahun, akhirnya Perdana Menteri Inggris secara gentle mengakui bahwa
#JFT96 merupakan kecerobohan dari pihak penyelenggara, bukan karena kesalahan
96 Liverpudlian. Bagi saya, #JFT96 bukan sekedar tragedi sepakbola, ini tragedi
kemanusiaan yang luar biasa. Menjadi makin luar biasa karena peristiwa ini
tidak pernah diusut secara serius selama 23 tahun, jauh lebih lama dibandingkan
kasus Munir.
Selama ini, kita selalu
berpikir bahwa Indonesia adalah negara yang lamban dalam penyelesaian hukum dan
hukum selalu tajam ke bawah, tumpul ke atas. Jika kita melihat #JFT96 maka kita
akan sadar bahwa Inggris jauh lebih parah dibandingkan Indonesia, mereka telah
menelantarkan kasus kematian 96 orang tanpa ada penyelesaian selama 23 tahun.
Luar biasa busuk! Tanpa bermaksud mengecilkan kasus Munir, saya merasa kasus
yang menewaskan 96 manusia jauh lebih penting untuk diperkarakan. Sekali lagi
saya tegaskan, #JFT96 bukan hanya tentang Liverpool, Liverpudlian, Inggris
maupun sepakbola, #JFT96 adalah sebuah tragedi kemanusiaan yang sengaja
ditelantarkan selama 23 tahun.
Pada 13 September 2012,
David Cameron sebagai Perdana Menteri Inggris meminta maaf kepada keluarga dari
96 korban yang didera kesedihan selama 23 tahun tanpa penyelesaian kasus yang
nyata. Cameron pun mengakui bahwa tragedi tersebut merupakan buah dari
kelalaian polisi dan penyelenggara serta kapasitas stadion yang tidak cukup
untuk menampung seluruh fans, bukan disebabkan oleh fans Liverpool yang meninggal.
Saya rasa 23 tahun adalah waktu yang terlalu lama untuk menyelesaikan kasus
kemanusiaan dengan 96 korban tewas. Ini sudah lebih dari cukup. Sebagai orang
yang tidak begitu mengetahui hukum, saya rasa kemanusiaan harus berada di atas
segala perkara lain di dunia ini. Itikad baik telah dilakukan oleh Cameron,
semoga Inggris segera menyelesaikan kasus ini dan memberikan pencerahan kepada
keluarga dari 96 korban yang meninggal dunia.
Sementara itu, kasus
Munir pun tidak boleh diabaikan begitu saja. Munir adalah seorang aktivis yang
sangat berpengaruh, kita membutuhkan sosok berkarakter kuat seperti Munir.
Presiden SBY harus segera memenuhi janjinya untuk menyelesaikan kasus Munir
agar kasus ini tidak berlarut-larut. Presiden harus ingat bahwa kematian Munir
yang tidak segera dituntaskan justru membuat para aktivis semakin aktiv
memperjuangkan kasus ini, bahkan jumlah aktivis pun bertambah setiap saat.
Justice For The 96 atau
sering disingkat dengan JFT96 adalah salah satu kasus paling memilukan dalam
kemanusiaan, khususnya dalam sepakbola. Munir adalah salah satu tokoh aktivis
paling berpengaruh di Indonesia, kematiannya yang misterius dan belum ada
pencerahan akan membuat citra hukum di Indonesia semakin buruk. Apa pun itu,
kita akan tetap memperjuangkan keadilan untuk 96 Liverpudlian korban
Hillsborough dan Munir, kita akan terus bergerak, merangsek dan mendesak semua
penegak keadilan untuk memberikan keadilan kepada pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab. Sampai kapan kita harus berjuang? Selama matahari terbit
dari timur, selama sehari berlangsung selama 24 jam, selama itulah kita akan terus berjuang untuk mendapatkan
keadilan, tidak peduli harus menunggu berapa lama keadilan datang, kita akan
terus berjuang!
#JFT96, Munir, You’ll
Never Walk Alone!!!
No comments:
Post a Comment