Thursday, 12 April 2012

Kebijakan Modern yang Ketinggalan Jaman


Pertanian dan perkebunan merupakan sumber pendapatan terbesar Indonesia. Minyak kelapa sawit saat ini menjadi salah satu penghasil devisa terbesar. Hal ini membuat Indonesia dengan mudah melakukan deforestasi untuk pembukaan lahan sawit agar produksi bisa meningkat. Tak ayal, pembukaan perkebunan baru di tengah hutan menyebabkan konflik antara manusia dengan para penghuni hutan, kelestarian satwa langka pun semakin terancam akibat pembukaan lahan perkebunan. Secara ekologis, hal ini sangat amat buruk.
Sesorang akan semakin serakah ketika ia mendapatkan sesuatu dalam jumlah yang semakin besar, tak terkecuali Indonesia dalam hal minyak kelapa sawit. Katakan perluasan areal perkebunan dapat meningkatkan produksi minyak kelapa sawit dari sebelumnya 25 juta ton menjadi 35 juta ton. Saya yakin ‘Orang Atas’ tidak akan puas dengan nominal tersebut dan masih akan terus berusaha untuk memperluas areal perkebunan agar produksi minyak kelapa sawit bisa mencapai 50 atau bahkan 100 juta ton. Manusia tidak akan pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Lambat laun seluruh hutan di Indonesia pun akan habis akibat pembukaan lahan demi peningkatan produksi minyak kelapa sawit.
Pengembangan Teknologi
Indonesia dikenal memiliki ilmuwan-ilmuwan cerdas yang mampu menciptakan inovasi-inovasi ilmiah. Bidang ilmu pemuliaan tanaman yang berkembang seharusnya mampu mengatasi masalah produktivitas minyak kelapa sawit. Jika dilihat dari sisi ekologis, pembukaan lahan perkebunan baru bukan merupakan sebuah solusi yang tepat untuk meningkatkan produksi minyak kelapa sawit, seharusnya para ilmuwan dan pemerintah develop technology untuk meningkatkan produksi sawit, bukan hanya membuka lahan baru. Jika peningkatan produksi hanya dilakukan dengan perluasan areal perkebunan maka tidak ada bedanya antara perkebunan Indonesia masa kini (yang katanya sudah canggih) dengan perkebunan masa lalu. Perluasan areal perkebunan sama sekali bukan solusi jangka panjang.
Hal yang masih menjadi permasalahan klasik di Indonesia adalah krisis kepercayaan diri. Pemerintah dan warga negara kita umumnya tidak mempercayai produk buatan putra-putri bangsa. Tak terkecuali dalam bidang teknologi sawit hasil pemuliaan tanaman. Contoh terbaru dari krisis kepercayaan diri nasional adalah pernyataan Presiden ke-3 Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Mobil Esemka hanyalah mobil “dolanan” yang tidak layak. Well, pernyataan tersebut sangat tidak pantas diucapkan oleh seseorang yang pernah menjadi pemimpin tertinggi di negeri ini. Jikalau Esemka memang hanya “dolanan” pun, Habibie seharusnya menyatakan komitmen untuk pengembangan Mobil Esemka sehingga kelak Indonesia tidak lagi bergantung pada produk impor.
Kembali ke persoalan perluasan areal perkebunan, pemerintah seharusnya tidak mengeluarkan izin pembukaan areal perkebunan baru dengan mudah. Harus ada syarat dan pengujian yang lebih rumit dari pengujian emisi, harus ada berbagai standar baku untuk dipatuhi. Semoga tidak hanya mengijinkan pembukaan areal perkebunan jika diberi “komisi” yang cukup untuk kantong pribadi. Stop penggundulan hutan demi alasan apa pun. Save our forest, save our future !

No comments:

Post a Comment