Irshad
Manji, sebuah nama yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat.
Kedatangannya ke Indonesia menimbulkan banyak
kontroversi, ada yang pro, tidak sedikit yang kontra. Rencana pergelaran bedah
buku yang akan dilakukannya di berbagai tempat pun dibatalkan karena adanya
protes dari sekelompok orang, khususnya kelompok Islam Radikal. Hal yang sangat
disayangkan adalah batalnya acara diskusi yang akan diselenggarakan di
Universitas Gadjah Mada (UGM). Bagi saya sebagai seseorang yang mengagumi UGM
sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi yang pada awalnya dikenal sebagai
Universitas Pengawal Pancasila dan status UGM sebagai world class research university pembubaran acara diskusi tersebut
sangatlah mengecewakan.
Pasca batalnya acara diskusi tersebut, muncul banyak berita
dari berbagai versi mengenai alasan batalnya acara tersebut. Pihak rektorat UGM
menyatakan bahwa pembatalan bukan datang dari rektor, setelah saya membaca
berbagai berita yang ada lebih lanjut, saya mengetahui bahwa acara diskusi
Manji batal karena desakan-desakan yang muncul dari berbagai organisasi Islam
di UGM, salah satunya adalah Jamaah Shalahudin (JS) yang dengan jelas menolak
kedatangan Irshad Manji ke UGM. Dalam hal ini, JS berpikiran bahwa Manji akan
menyebarkan faham lesbi dan homo. Saya berani mengatakan bahwa JS dan
organisasi sejenis sudah berprasangka buruk. UGM telah berdiri terlebih dahulu
sebelum JS dan saya yakin para petinggi UGM mengetahui betul bahwa dalam
universitas terdapat kebebasan berpendapat. Menurut dosen saya, segala sesuatu
boleh diperdebatkan dalam lingkungan universitas. Menurut saya batalnya acara
diskusi Irshad Manji merupakan sebuah tindakan yang keterlaluan, gerakan
aktivis Islam radikal di kampus UGM sudah berada dalam taraf mengkhawatirkan
karena dapat merusak reputasi UGM sebagai Universitas Pengawal Pancasila.
Sujiwo Tejo, dalam sebuah video yang berjudul “Math: Finding
Harmony In Chaos” dan diunggah ke Youtube menyatakan bahwa Indonesia kurang
maju karena matematikanya rendah. Dalam video tersebut Tejo menjelaskan panjang
lebar mengenai konsep matematika dalam kehidupan. Matematika mengajarkan
tentang logika, konsistensi logika dan kesepakatan. Saya mengambil kesimpulan
bahwa Indonesia kurang maju karena tidak konsisten dengan kesepakatan yang
telah disepakati. Pada awalnya kita sepakat bahwa dasar negara adalah Pancasila
tapi kenyataan yang ada sekarang banyak orang yang bahkan tidak hafal
Pancasila. Kasus yang mirip dengan UGM, pada awalnya sepakat bahwa UGM
merupakan Universitas Pengawal Pancasila tapi kondisi saat ini, bagi saya
sebagai salah satu civitas akademika menganggap
bahwa UGM sekarang bukan lagi Universitas Pengawal Pancasila tetapi lebih mirip
IAIN cabang Bulak Sumur. Di berbagai tempat strategis tertempel ayat-ayat suci
yang menurut saya tidak seharusnya tertempel pada tempat-tempat tersebut.
Ketika saya magang di sebuah perusahaan benih di Karanganyar,
Jawa Tengah saya mendapatkan pengetahuan bahwa buah cabai yang muncul pada
percabangan pertama harus dihilangkan karena buah tersebut akan mengambil unsur
hara dalam jumlah banyak sehingga akan menyebabkan buah lain tidak mendapatkan
hara dalam jumlah yang cukup dan pada akhirnya produksi cabai akan menurun.
Cabai bekerja berdasarkan hukum Alam, saya mengibaratkan UGM atau Indonesia
secara umum adalah sebuah pohon cabai dan Organisasi-organisasi Islam Radikal
adalah buah cabai pada percabangan pertama, jika dilihat dari seringnya
pemberitaan di media maupun banyaknya kerusakan yang ditimbulkan. Jika UGM dan
Indonesia ingin maju maka Rektor dan Presiden harus menepati janji yang telah
disepakati bahwa UGM adalah Universitas Pengawal Pancasila yang merupakan
representasi Indonesia dan Pancasila adalah dasar negara. Jika terdapat
ormas-ormas yang mengancam Sila ke-3 Pancasila maka ormas-ormas tersebut harus
dihilangkan layaknya cabai pada percabangan pertama. Ingat bahwa “Persatuan
Indonesia” lebih penting daripada penegakan syariah dalam kehidupan di
Indonesia, kita sejak dahulu sudah sepakat dengan Pancasila lho. Bagaimana pun, sebuah janji harus
ditepati, kesepakatan harus dijalankan.
Kembali pada kasus batalnya diskusi Irshad Manji, sebagai
penutup saya ingin mengutip pernyataan dari Derek Bok mengenai fungsi dari
universitas
"The function of the
university is not to define and enforce proper moral or political standards for
the society. It has not been asked to assume this role nor does it have the
power to carry it out effectively. The function of the university is to engage
in teaching and research of the highest attainable quality. When it strays from
this task and tries to take the place of public officials by rendering its own
judgments on political questions, it runs intolerable risks of making unwise
decisions, diminishing the quality of its faculty and exposing itself to
continues pressure from all of the groups and fractions that may wish to impose
their own political convictions on the university's work.“
No comments:
Post a Comment