Hallo, ternyata udah lama banget
ya ga ada posting di blog ini. Saatnya membersihkan sarang laba-laba dan
debu-debu yang udah memenuhi ruangan blog ini. Semoga posting kali ini cukup
untuk membersihkan semua kotoran yang udah memenuhi ruangan blog ini ya, let’s
begin!
Pertama-tama, saya akan jelaskan
kenapa tidak ada satu pun posting di blog ini selama bulan Juli-Agustus 2013. Saya
ga bisa posting apapun di blog karena sedang melaksanakan KKN PPM di tempat
yang sangaaaattt jaaaauuuuuuhhh dari rumah saya. Yup, saya KKN di Pulau Yefman,
Distrik Salawati Utara, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat. What? Papua
Barat? Yes! Akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di Indonesia bagian timur.
Pada posting ini, saya ga akan
cerita tentang pengalaman selama disana, it’s too much to write in a post. Kali
ini saya mau cerita satu hal di balik pelaksanaan KKN selama 2 bulan tersebut. Buat
teman-teman saya di Facebook, twitter, instagram maupun pembaca blog ini,
kalian tahu bahwa sejak 3 Januari 2013, saya hidup bersama makhluk Allah yang
luar biasa, yang sering saya panggil dengan nama Cingbun. Yup, Cingbun adalah
seekor kucing lucu yang cerdas yang menemani kesendirian saya selama kurang
lebih 6 bulan. Selama saya tinggal KKN, Cingbun tetap tinggal di Jogja karena saya
ga tega buat misahin dia sama saudaranya. Oh iya, saya lupa cerita, kurang lebih sebulan terakhir sebelum
saya pergi, ada seekor kucing yang seukuran dan setiap hari selalu datang ke
rumah buat main-main sama Cingbun, dia dikasih nama Kabun oleh Icha. Nah, karena
saya ga tega buat misahin Cingbun dan Kabun maka saya mengurungkan niat untuk
membawa Cingbun pulang ke Klaten.
Selama beberapa hari setelah
keberangkatan saya, adik saya bersedia untuk tinggal di Jogja dan mengurus
Cingbun. Setelah beberapa hari tersebut, dia pulang untuk mengurus berbagai hal
dan tidak kembali lagi. Setelah itu, Cingbun ga punya temen manusia lagi buat
diajak main. Untuk urusan makanan, Insya Allah selalu disediakan oleh bapak
saya, tapi bapak saya Cuma mampir aja, ga ngajak main.
Langsung skip aja deh ya. Saya skip
sampai akhirnya saya pulang dan bisa kembali ke Jogja. Unfortunately, saya ga
bisa ketemu Cingbun lagi. Berhari-hari saya cari, saya panggil-panggil tapi ga
pulang juga sampai pada akhirnya datanglah si Kabun, saudaranya. Saya cukup
senang juga karena akhirnya punya teman lagi walaupun dia Cuma njenguk aja, ga
tinggal bareng saya. Alhamdulillah masih ada kucing yang suka sama saya. Beberapa
hari setelah kedatangan Kabun, saya terkejut dan sangat senang. Pada hari Jumat
yang saya lupa tanggalnya, ketika saya sedang bersih-bersih rumah, Cingbun datang
entah dari mana. Jujur, saya SENENG BANGET!! Dia masih kucing yang manja, lucu,
dan cerdas seperti sebelumnya. Ada sedikit hal yang beda dengan Cingbun waktu
itu, ada kalung yang melingkar di lehernya. Secara spontan, saya lepas tu
kalung. Sebuah hal yang sedikit saya sesali. Sore harinya, saya tinggal dia di
rumah buat jogging, ternyata pas saya pulang dia udah ga ada lagi sampai
berhari-hari kemudian saya ga bisa ketemu dia lagi. Saya telah melakukan kesalahan dengan melepas
kalung di lehernya sehingga temannya yang sekarang takut kehilangan Cingbun
jadi Cingbun ga dikasih izin pergi, demikian hipotesis saya.
Hari demi hari berlalu dan
Cingbun tidak juga datang lagi. Pada suatu malam, pas saya lagi ngaji, ada
suara kucing yang saya kenal datang. Yup, akhirnya Cingbun datang lagi ke rumah
lalu kemudian pergi lagi dan beberapa hari kemudian datang lagi dan pergi lagi,
demikian sampai posting ini dibuat.
Kamu mulai bosan ya baca cerita
saya yang dari tadi ga jelas alur ceritanya. Semua cerita memang tidak harus
memiliki alur yang jelas, terkadang kita perlu untuk mengambil pelajaran dari
ketidakjelasan yang kita hadapi. Oke, berhubung kamu udah baca sampai disini,
saya mau ngasih sedikit sisi positif dari cerita di balik KKN tentang Cingbun
yang semoga saja bisa jadi hal positif juga buat kamu. Dengan peristiwa ini,
aku semakin yakin bahwa binatang pun mempunyai perasaan. Aku yakin karena
setiap pulang, Cingbun selalu minta dimanjain seperti sedia kala, dia tahu
bahwa aku adalah seseorang yang bisa manjain dia, seseorang yang bisa ngasih
perhatian ke dia. Aku bangga, aku senang karena dia memilihku dan dia tidak
melupakanku. Kucing tahu diri, mungkin kita perlu belajar dari dia. Pelajaran kedua
yang bisa saya ambil adalah kemerdekaan. Ya, kemerdekaan. Kini, saya meyakini
bahwa setiap jiwa memiliki kemerdekaan masing-masing. Setiap, tumbuhan, hewan,
mikrobia, lumut, apalagi manusia, memiliki kemerdekaan masing-masing. Pada awalnya,
saya berusaha untuk menahan Cingbun untuk tetap bersama saya seperti sedia kala
but I can’t. Cingbun telah tumbuh dan berkembang sebagai suatu individu. Dia bukan
lagi seekor kucing kecil yang lucu yang cuma bisa makan ikan dicampur nasi, dia
sekarang kucing dewasa yang tampan dan mandiri. Dia bebas untuk menentukan
sendiri kehidupannya. Kini, saya belajar untuk lebih menghormati makhluk lain,
saya belajar untuk tidak memaksakan kehendak saya karena setiap jiwa memiliki
kemerdekaan masing-masing. Semoga kita semua bisa sama-sama belajar dari
pengalaman hidup saya tentang Cingbun.
Lhoh ternyata udah panjang banget
ya tulisannya. Kamu udah bosen kan baca posting ini? Ya udah, saya akhiri
disini ya, semoga ada sisi positif dari cerita ini yang bisa kalian ambil. Makasih
udah mau baca.
haha ane tertipu dengan judulnya...
ReplyDeletekirain ente mau cerita tentang kkn ente di raja ampat dengan melampirkan beberapa foto disana, ckckckckk =))
hehe, ente kurang paham jusul gan. Namanya ja di balik KKN, berarti kan sesuatu yg tidak terlekspos secara eksplisit selama KKN, heheheu
ReplyDelete