Tuesday 24 September 2013

Suatu Cerita di Balik KKN


Hallo, ternyata udah lama banget ya ga ada posting di blog ini. Saatnya membersihkan sarang laba-laba dan debu-debu yang udah memenuhi ruangan blog ini. Semoga posting kali ini cukup untuk membersihkan semua kotoran yang udah memenuhi ruangan blog ini ya, let’s begin!
Pertama-tama, saya akan jelaskan kenapa tidak ada satu pun posting di blog ini selama bulan Juli-Agustus 2013. Saya ga bisa posting apapun di blog karena sedang melaksanakan KKN PPM di tempat yang sangaaaattt jaaaauuuuuuhhh dari rumah saya. Yup, saya KKN di Pulau Yefman, Distrik Salawati Utara, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat. What? Papua Barat? Yes! Akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di Indonesia bagian timur.
Pada posting ini, saya ga akan cerita tentang pengalaman selama disana, it’s too much to write in a post. Kali ini saya mau cerita satu hal di balik pelaksanaan KKN selama 2 bulan tersebut. Buat teman-teman saya di Facebook, twitter, instagram maupun pembaca blog ini, kalian tahu bahwa sejak 3 Januari 2013, saya hidup bersama makhluk Allah yang luar biasa, yang sering saya panggil dengan nama Cingbun. Yup, Cingbun adalah seekor kucing lucu yang cerdas yang menemani kesendirian saya selama kurang lebih 6 bulan. Selama saya tinggal KKN, Cingbun tetap tinggal di Jogja karena saya ga tega buat misahin dia sama saudaranya. Oh iya, saya lupa cerita, kurang lebih sebulan terakhir sebelum saya pergi, ada seekor kucing yang seukuran dan setiap hari selalu datang ke rumah buat main-main sama Cingbun, dia dikasih nama Kabun oleh Icha. Nah, karena saya ga tega buat misahin Cingbun dan Kabun maka saya mengurungkan niat untuk membawa Cingbun pulang ke  Klaten.
Selama beberapa hari setelah keberangkatan saya, adik saya bersedia untuk tinggal di Jogja dan mengurus Cingbun. Setelah beberapa hari tersebut, dia pulang untuk mengurus berbagai hal dan tidak kembali lagi. Setelah itu, Cingbun ga punya temen manusia lagi buat diajak main. Untuk urusan makanan, Insya Allah selalu disediakan oleh bapak saya, tapi bapak saya Cuma mampir aja, ga ngajak main.
Langsung skip aja deh ya. Saya skip sampai akhirnya saya pulang dan bisa kembali ke Jogja. Unfortunately, saya ga bisa ketemu Cingbun lagi. Berhari-hari saya cari, saya panggil-panggil tapi ga pulang juga sampai pada akhirnya datanglah si Kabun, saudaranya. Saya cukup senang juga karena akhirnya punya teman lagi walaupun dia Cuma njenguk aja, ga tinggal bareng saya. Alhamdulillah masih ada kucing yang suka sama saya. Beberapa hari setelah kedatangan Kabun, saya terkejut dan sangat senang. Pada hari Jumat yang saya lupa tanggalnya, ketika saya sedang bersih-bersih rumah, Cingbun datang entah dari mana. Jujur, saya SENENG BANGET!! Dia masih kucing yang manja, lucu, dan cerdas seperti sebelumnya. Ada sedikit hal yang beda dengan Cingbun waktu itu, ada kalung yang melingkar di lehernya. Secara spontan, saya lepas tu kalung. Sebuah hal yang sedikit saya sesali. Sore harinya, saya tinggal dia di rumah buat jogging, ternyata pas saya pulang dia udah ga ada lagi sampai berhari-hari kemudian saya ga bisa ketemu dia lagi. Saya  telah melakukan kesalahan dengan melepas kalung di lehernya sehingga temannya yang sekarang takut kehilangan Cingbun jadi Cingbun ga dikasih izin pergi, demikian hipotesis saya.
Hari demi hari berlalu dan Cingbun tidak juga datang lagi. Pada suatu malam, pas saya lagi ngaji, ada suara kucing yang saya kenal datang. Yup, akhirnya Cingbun datang lagi ke rumah lalu kemudian pergi lagi dan beberapa hari kemudian datang lagi dan pergi lagi, demikian sampai posting ini dibuat.
Kamu mulai bosan ya baca cerita saya yang dari tadi ga jelas alur ceritanya. Semua cerita memang tidak harus memiliki alur yang jelas, terkadang kita perlu untuk mengambil pelajaran dari ketidakjelasan yang kita hadapi. Oke, berhubung kamu udah baca sampai disini, saya mau ngasih sedikit sisi positif dari cerita di balik KKN tentang Cingbun yang semoga saja bisa jadi hal positif juga buat kamu. Dengan peristiwa ini, aku semakin yakin bahwa binatang pun mempunyai perasaan. Aku yakin karena setiap pulang, Cingbun selalu minta dimanjain seperti sedia kala, dia tahu bahwa aku adalah seseorang yang bisa manjain dia, seseorang yang bisa ngasih perhatian ke dia. Aku bangga, aku senang karena dia memilihku dan dia tidak melupakanku. Kucing tahu diri, mungkin kita perlu belajar dari dia. Pelajaran kedua yang bisa saya ambil adalah kemerdekaan. Ya, kemerdekaan. Kini, saya meyakini bahwa setiap jiwa memiliki kemerdekaan masing-masing. Setiap, tumbuhan, hewan, mikrobia, lumut, apalagi manusia, memiliki kemerdekaan masing-masing. Pada awalnya, saya berusaha untuk menahan Cingbun untuk tetap bersama saya seperti sedia kala but I can’t. Cingbun telah tumbuh dan berkembang sebagai suatu individu. Dia bukan lagi seekor kucing kecil yang lucu yang cuma bisa makan ikan dicampur nasi, dia sekarang kucing dewasa yang tampan dan mandiri. Dia bebas untuk menentukan sendiri kehidupannya. Kini, saya belajar untuk lebih menghormati makhluk lain, saya belajar untuk tidak memaksakan kehendak saya karena setiap jiwa memiliki kemerdekaan masing-masing. Semoga kita semua bisa sama-sama belajar dari pengalaman hidup saya tentang Cingbun.
Lhoh ternyata udah panjang banget ya tulisannya. Kamu udah bosen kan baca posting ini? Ya udah, saya akhiri disini ya, semoga ada sisi positif dari cerita ini yang bisa kalian ambil. Makasih udah mau baca.

2 comments:

  1. haha ane tertipu dengan judulnya...

    kirain ente mau cerita tentang kkn ente di raja ampat dengan melampirkan beberapa foto disana, ckckckckk =))

    ReplyDelete
  2. hehe, ente kurang paham jusul gan. Namanya ja di balik KKN, berarti kan sesuatu yg tidak terlekspos secara eksplisit selama KKN, heheheu

    ReplyDelete