Pada suatu hari pada bulan April tahun 2013, tepatnya pada hari Sabtu tanggal 6 April 2013, saya melaksanakan kewajiban saya sebagai salah satu mahasiswa yang mengambil mata kuliah ‘Kuliah Kerja Nyata (KKN)’ yakni pembekalan. Kebetulan, pada pembekalan kali ini saya ditempatkan di ruang 357A, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Acara pembekalan dimulai kurang lebih pukul 08.00 WIB dan berakhir pada kurang lebih pukul 13.00 WIB. Pembicara yang memberikan pembekalan KKN terdiri dari beberapa orang, sayangnya saya tidak ingat satu pun nama dari kelima pembicara, hehehe.
Secara keseluruhan, pembekalan
berlangsung secara (sangat) membosankan meskipun pembicara terakhir mampu
menghidupkan suasana sehingga kami yang mulai kecapean menjadi antusias untuk
memperhatikannya. Pada tulisan kali ini, saya ingin membahas mengenai dua dari
lima pembicara yang memberikan materi pembekalan, satu di antaranya bagi saya
merupakan pembicara yang tidak patut dicontoh sedangkan pembicara yang lain merupakan
pembicara yang sangat patut untuk dicontoh.
Saya akan mulai untuk membahas
pembicara yang lebih dulu muncul pada acara pembekalan. Pembicara ini beruntung
namanya tidak akan tertulis di tulisan kali ini karena saya lupa namanya, saya
hanya ingat bahwa beliau merupakan salah satu dosen di Fakultas Biologi. Pada
awalnya, beliau cukup menarik perhatian saya karena membuka pembekalan dengan
menjelaskan tentang pendanaan untuk sistem di kampus yang mana mayoritas dana
yang digunakan agar sistem di kampus mampu bekerja merupakan dana masyarakat,
dana dari semua orang yang membayar pajak. Saya tidak begitu memperhatikan
materi yang selanjutnya ia sampaikan hingga tiba-tiba dia mendatangi salah satu
peserta pembekalan yang asyik bermain handphone (hp) dan menegurnya dengan
keras, ada juga beberapa mahasiswi di belakang saya yang ditegurnya karena
asyik mengobrol dengan temannya sehingga membuat sang pembicara merasa sakit
hati karena merasa tidak diperhatikan. Well,
bagi kebanyakan orang mungkin berpikir bahwa tindakan sang dosen tepat, bagi saya
tindakannya kurang dewasa dan tidak bijaksana.
Di dalam sebuah forum di perguruan tinggi yang seluruh pesertanya merupakan orang dewasa, setiap peserta berhak untuk melakukan apa yang ingin dilakukannya, selama tidak melanggar etika. Teguran yang dilakukan sang dosen sangat keras hingga mempersilakan keluar kepada beberapa mahasiswa yang dianggap tidak menghormatinya. Dalam hal ini, saya merasa sang pembicara tidak pantas untuk memerintahkan peserta meninggalkan ruangan karena dianggap tidak memperhatikan materi yang disampaikan olehnya. Dalam opini saya, kesalahan terletak pada sang pembicara karena dia tidak mampu menyampaikan materi secara menarik sehingga membuat audiens tidak memperhatikannya. Setiap orang dewasa seharusnya sadar akan apa yang dilakukannya, jika ada peserta yang lebih memilih bermain hp dibandingkan mendengarkan pembekalan maka itu sebuah pilihan yang diambil secara sadar, jika kelak ia merasa rugi maka disana lah pembelajaran yang dapat diambilnya. Tugas seorang dosen dalam perguruan tinggi (katanya) adalah fasilitator, bukan diktator yang memerintahkan mahasiswa untuk melakukan apa yang diingingkannya. Coba lihat pidato para tokoh, Steve Jobs bisa dijadikan contoh. Presentasi yang disampaikannya selalu menarik meskipun audiens telah mengetahui materi yang disampaikannya, but they still so enthusiast. Perbandingan yang terlalu jauh? I don’t think so karena ada banyak dosen yang bersikap dewasa ketika melakukan presentasi dan mampu menyampaikan presentasi secara sangat menarik sehingga memunculkan antusiasme kepada audiens. So?
Di dalam sebuah forum di perguruan tinggi yang seluruh pesertanya merupakan orang dewasa, setiap peserta berhak untuk melakukan apa yang ingin dilakukannya, selama tidak melanggar etika. Teguran yang dilakukan sang dosen sangat keras hingga mempersilakan keluar kepada beberapa mahasiswa yang dianggap tidak menghormatinya. Dalam hal ini, saya merasa sang pembicara tidak pantas untuk memerintahkan peserta meninggalkan ruangan karena dianggap tidak memperhatikan materi yang disampaikan olehnya. Dalam opini saya, kesalahan terletak pada sang pembicara karena dia tidak mampu menyampaikan materi secara menarik sehingga membuat audiens tidak memperhatikannya. Setiap orang dewasa seharusnya sadar akan apa yang dilakukannya, jika ada peserta yang lebih memilih bermain hp dibandingkan mendengarkan pembekalan maka itu sebuah pilihan yang diambil secara sadar, jika kelak ia merasa rugi maka disana lah pembelajaran yang dapat diambilnya. Tugas seorang dosen dalam perguruan tinggi (katanya) adalah fasilitator, bukan diktator yang memerintahkan mahasiswa untuk melakukan apa yang diingingkannya. Coba lihat pidato para tokoh, Steve Jobs bisa dijadikan contoh. Presentasi yang disampaikannya selalu menarik meskipun audiens telah mengetahui materi yang disampaikannya, but they still so enthusiast. Perbandingan yang terlalu jauh? I don’t think so karena ada banyak dosen yang bersikap dewasa ketika melakukan presentasi dan mampu menyampaikan presentasi secara sangat menarik sehingga memunculkan antusiasme kepada audiens. So?
Saya cukupkan sekian untuk pembahasan
pembicara pertama, saatnya mulai membahas pembicara yang kedua. Pembicara
pertama yang saya anggap tidak dewasa menyampaikan materinya pada pukul 09.00
WIB, kalau kata dosen saya sih prime time
mahasiswa buat kuliah, seharusnya pembicara pertama mampu untuk menarik
atensi seluruh audiens, sayang kenyataannya tidak demikian. Pembicara kedua
menyampaikan materinya pukul 12.00 WIB, jam tidur siang yang mana kebanyakan
orang akan merasakan kantuk luar biasa pada jam tersebut. Kenyataannya,
pembicara kedua yang saya juga lupa namanya, seorang dosen dari Fakultas
Teknik, mampu membuat audiens antusias untuk menyimak materi yang disampaikannya.
Pembicara kedua menjelaskan tentang empowerment
atau pemberdayaan masyarakat yang merupakan salah satu gatra penting dalam
KKN. Pembicara ini saya anggap sebagai pembicara yang patut untuk dicontoh.
Pertama, beliau menganalisis kondisi audiens yang akan dihadapinya, beliau
kemudian memilih materi yang dianggapnya sesuai untuk kondisi audiens. Begitu
ia mulai menyampaikan materinya, seluruh audiens memperhatikannya secara
antusias, hal ini saya lihat dari bagaimana respons yang diberikan audiens
terhadap materi yang disampaikannya. Hampir seluruh audiens terlihat
memperhatikan dengan seksama cerita yang disampaikannya mengenai KKN, kami juga
tertawa ketika kami mendengar cerita yang kami anggap lucu. Bagi saya,
pembicara ini sukses menguasai suasana pembekalan. Teladan lain yang
ditunjukkan oleh pembicara ini adalah beliau tidak sekali pun bersikap reaktif
dalam menanggapi perilaku yang ditunjukkan oleh audiens. Pembicara ini bagi
saya telah menunjukkan bagaimana sikap yang tepat, dewasa, dan elegan sebagai
seorang public speaker. Dilihat dari
usia, pembicara kedua terlihat lebih muda dibandingkan pembicara pertama, hal
ini semakin membuktikan opini bahwa kedewasaan tidak ditentukan oleh usia.
Well, I
think it’s enough for me. Opini yang saya sampaikan ini rasanya tidak etis jika
disampaikan dalam forum resmi but it’s my
blog, I can do anything here, hehehe. Saya tidak peduli apakah opini ini
dibaca oleh kedua pembicara yang saya bahas di atas maupun teman-teman yang
mengikuti pembekalan, saya hanya berupaya untuk berbagi pengetahuan, berbagi
pengalaman, dan menyampaikan opini dari sudut pandang saya. Semoga hal ini bisa
memberikan manfaat bagi saya dan semua orang yang membaca tulisan ini. Terima
kasih J.
No comments:
Post a Comment