Saturday 8 February 2014

Upgrade Your Comfort Zone




Zona nyaman. Sebuah frase yang sangat sering kita dengar dan baca. Frase ini dapat merujuk pada suatu kondisi, keadaan, atau tempat yang mana membuat kita merasa nyaman dan lupa sehingga banyaaaaakkkkk sekali orang bijak yang menyarankan kita untuk meninggalkan zona nyaman kita. Well, apakah berada di zona nyaman selalu buruk? Saya rasa tidak selalu.
Seandainya saya terbiasa tidur jam 01.00 dinihari lalu bangun jam 07.00 sehingga selalu telat untuk shalat subuh di masjid, kebiasaan saya tergolong baik atau buruk? Mayoritas orang, termasuk saya mengatakan bahwa kebiasaan tersebut buruk.
Seandainya Anda terbiasa tidur jam 22.00 dan bangun pukul 04.00 sehingga mampu shalat subuh berjamaah di masjid, mayoritas orang akan mengatakan bahwa kebiasaan Anda baik dan sehat.
Mari kembali pada pembahasan zona nyaman. Ada orang bijak yang menganjurkan kita agar memperoleh kenyamanan dengan berada pada ketidaknyamanan. Mayoritas orang menelan mentah-mentah kutipan ini tanpa menelaahnya lebih lanjut. Thank God, I’m over-thinker. Entah kenapa, saya terlalu sering memikirkan sesuatu sebelum menerapkannya, termasuk dalam pembahasan zona nyaman berikut.
We have to move up from our comfort zone when our comfort zone isn’t a great zone but we need to know ourselves first. Kenali dirimu dan kamu akan memenangkan semua pertarungan, demikian penuturan seorang jenderal legendaris dari China. First of all, kenali dirimu sendiri! Dalam agama Islam, Rukun Islam yang pertama adalah syahadat, kenapa? Karena kita harus mengenal diri sendiri terlebih dahulu. Terjemahan Bahasa Indonesia dari syahadat adalah aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Lihat, apa kata pertama dalam syahadat? Aku! Kita harus mengenal diri kita sendiri terlebih dahulu sebelum mengenal Tuhan dan tuntunan kita.
Oke, saya ga akan berkhutbah, ada banyak ulama lain yang lebih keren dibandingkan saya. Oke, kembali pada comfort zone lagi. Sebelum move up dari zona nyaman, kita harus mengidentifikasi terlebih dahulu dimana posisi kita sekarang. Seandainya saya terbiasa telah shalat subuh, itu kondisi yang buruk maka saya harus move up agar saya bisa shalat subuh tepat waktu. Seandainya Anda telah terbiasa shalat subuh berjamaah, apakah Anda harus meninggalkan shalat subuh berjamaah? Tidak! Kita harus berpindah dari zona nyaman ketika zona nyaman kita tidak baik untuk menuju kepada zona baru yang lebih baik. Of course, it will be hard to wake up three hours earlier, there will be a noisy alarm that will disturbs your sleep. Menurut saya, kita tidak harus meninggalkan zona nyaman ketika zona nyaman kita telah baik, tanpa mengenal diri sendiri.
Pengalaman saya berikut mungkin akan membuka mata dan pikiran Anda.
Pada bulan Juli-Agustus tahun 2013 yang lalu, saya berkesempatan untuk hidup selama lebih kurang dua bulan di suatu pulau di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Menurut data statistik, mayoritas penduduk disana beragama Islam, ingat bahwa data statistik di Indonesia sering menipu. Sebelum berangkat ke pulau tersebut, saya tinggal di Banguntapan, kebetulan kamar saya dekat dengan masjid. Alhamdulillah, saya hampir selalu bangun pagi dan bisa shalat subuh di masjid. Selain subuh, insya Allah saya juga senantiasa berupaya untuk melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah di awal waktu, sesaat setelah kumandang adzan. Kembali ke pulau tersebut, kebetulan disana listrik tidak mengalir 24 jam sebagaimana di Jogja. Salah satu efeknya adalah terhambatnya suara adzan dari masjid setempat.
Di Banguntapan, saya telah merasa nyaman. Singkatnya, here is my comfort zone. Ketika berada di pulau asing tersebut, saya merasa telah keluar dari zona nyaman. Agar lebih spesifik, saya cukup membahas masalah shalat. Di Jogja, saya bisa shalat berjamaah dimana pun, saya bahkan bisa memilih ingin shalat dimana. Disana, saya tidak bisa memilih, saya bahkan tidak mendengar kumandang adzan. Rutinitas shalat jamaah saya kacau. Tabel shalat yang saya buat pun terbengkalai karena saya bingung untuk menentukan apakah saya telat atau tepat waktu, apakah jamaah atau munfarid, saya bingung. Disini, ada adzan yang jelas-jelas menunjukkan waktu shalat, disana saya bingung karena tidak ada orang yang adzan. Listrik memang tidak ada namun masjid adalah satu-satunya tempat umum yang memiliki aki sehingga bisa menggunakan listrik kapan pun!
Menurut kalian, dimana letak kesalahan saya?
Yup, betul. Saya belum mengenali diri saya sendiri. Saya tidak sadar bahwa level shalat saya masih level kumandang adzan, belum level putaran matahari. Keadaan saya disana? Remuk! Sepulang dari sana hidup saya hanya ada syukur dan syukur.
Demikian pengalaman saya yang semoga bisa memberi gambaran pada kalian tentang zona nyaman. Saran saya, jika zona nyaman kita sudah baik maka kita hanya perlu meng-upgrade, bukan meninggalkannya. Contohnya pengalaman shalat saya di atas. Silakan cari di Google, hadits atau bertanya pada kyai yang Anda anggap hebat, Anda akan menemukan banyak sekali keutamaan shalat jamaah dan shalat tepat waktu. Ketika saya bisa shalat berjamaah dan tepat waktu, saya mengamalkan berbagai keutamaan tapi jika saya tidak mengamalkannya, apa artinya? Jangan menelan mentah-mentah nasihat orang lain!
Ketika badan kita merasa nyaman, sehat dan pikiran terasa jernih dengan tidur jam 22.00 dan bangun pukul 04.00, kita tidak perlu meninggalkannya, hanya perlu upgrade agar kita senantiasa berkembang. Contoh upgrade sederhana yang efeknya luar biasa. Setelah shalat subuh, Anda terbiasa menyaksikan berita di televisi yang menunjukkan berbagai kasus yang terjadi di Tanah Air sehingga Anda berpikir bahwa Indonesia adalah Negara yang busuk. Coba upgrade pagi Anda dengan berjalan keluar rumah, lihatlah orang-orang yang sedang membersihkan sampah atau pedagang yang sudah siap dengan lapaknya. Perlahan-lahan Anda akan sadar bahwa ada buaaanyyaaaakkk orang baik di Indonesia yang bekerja keras dan layak untuk dicontoh. Atau mungkin Anda bisa mengikuti senam pagi di tempat tertentu, badan Anda akan jauh lebih sehat dibandingkan hanya menyaksikan berita sambil menghisap rokok dan menyeruput kopi atau teh panas di cangkir Anda.
Kembali pada pembahasan zona nyaman, ikuti nasihat Sun Tzi berikut, Know yourself and you will win all battles. Identifikasi diri Anda, identifikasi lingkungan Anda, jangan gegabah untuk meninggalkan zona nyaman. For me, upgrading is enough, I don’t think that comfort zone is a bad zone to live. Anda tidak bisa berkembang jika terus berada di zona nyaman, itu adalah kalimat bodoh. Orang yang mengatakan kalimat itu tidak mengenal kata upgrade.
Jika Anda hanya melakukan 10 kali push up per hari selama bertahun-tahun maka Anda memang tidak bisa berkembang. Namun demikian, Anda tidak harus langsung beralih ke bench-press. Pertimbangkan bahwa untuk melakukan bench-press Anda perlu barbell, butuh uang untuk membelinya atau untuk menggunakannya di gym. Jika zona nyaman Anda adalah push up, maka Anda cukup meng-upgrade kemampuan push up dari hari ke hari atau minggu ke minggu. Sampai detik ketika saya menulis kalimat ini, push up masih GRATIS dan dapat dilakukan hampir dimana pun berada. So, kenapa harus beralih ke bench-press untuk membentuk otot dada jika Anda bisa meng-upgrade push up? Kenali dirimu.
Terakhir kali, saya kembali menyarankan Anda untuk menelaah lagi zona nyaman yang kini Anda tempati. Is it a good zone or a bad one? Identify it then make a decision to your life. On some case, we just need to upgrade it, not to leave it. Identify it again and again. Identify yourself and you will be the best one you can be(come).
Masih mau meninggalkan zona nyaman?

1 comment:

  1. Tulisan yang bagus Wild...seperti biasanya. He..he...pengertian zona nyaman cukup banyak ya Wild. Tapi saya malah kadang-kadang terbetik untuk meninggalkan zona nyaman saya je. Menjadi penulis lepas dengan sejuta ide mungkin menjadi pilihan yang menarik, meskipun belum tentu nyaman dari segi finansial. Tetapi saya mungkin bisa memperoleh kebebasan yang lain....kebebasan mengembangkan ide. Hmmm....agaknya we should think our comfort zone very carefully before we leave it ... Tengkyu sudah berbagi.

    ReplyDelete