Zona nyaman. Sebuah frase yang sangat sering kita dengar dan
baca. Frase ini dapat merujuk pada suatu kondisi, keadaan, atau tempat yang
mana membuat kita merasa nyaman dan lupa sehingga banyaaaaakkkkk sekali orang
bijak yang menyarankan kita untuk meninggalkan zona nyaman kita. Well, apakah berada di zona nyaman
selalu buruk? Saya rasa tidak selalu.
Seandainya saya terbiasa tidur jam 01.00 dinihari lalu
bangun jam 07.00 sehingga selalu telat untuk shalat subuh di masjid, kebiasaan
saya tergolong baik atau buruk? Mayoritas orang, termasuk saya mengatakan bahwa
kebiasaan tersebut buruk.
Seandainya Anda terbiasa tidur jam 22.00 dan bangun pukul
04.00 sehingga mampu shalat subuh berjamaah di masjid, mayoritas orang akan
mengatakan bahwa kebiasaan Anda baik dan sehat.
Mari kembali pada pembahasan zona nyaman. Ada orang bijak
yang menganjurkan kita agar memperoleh kenyamanan dengan berada pada
ketidaknyamanan. Mayoritas orang menelan mentah-mentah kutipan ini tanpa
menelaahnya lebih lanjut. Thank God, I’m
over-thinker. Entah kenapa, saya terlalu sering memikirkan sesuatu sebelum
menerapkannya, termasuk dalam pembahasan zona nyaman berikut.
We have to move up
from our comfort zone when our comfort zone isn’t a great zone but we need to
know ourselves first. Kenali dirimu dan kamu akan memenangkan semua
pertarungan, demikian penuturan seorang jenderal legendaris dari China. First of all, kenali dirimu sendiri!
Dalam agama Islam, Rukun Islam yang pertama adalah syahadat, kenapa? Karena
kita harus mengenal diri sendiri terlebih dahulu. Terjemahan Bahasa Indonesia
dari syahadat adalah aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Lihat, apa kata pertama dalam syahadat?
Aku! Kita harus mengenal diri kita sendiri terlebih dahulu sebelum mengenal
Tuhan dan tuntunan kita.
Oke, saya ga akan
berkhutbah, ada banyak ulama lain yang lebih keren dibandingkan saya. Oke,
kembali pada comfort zone lagi.
Sebelum move up dari zona nyaman,
kita harus mengidentifikasi terlebih dahulu dimana posisi kita sekarang.
Seandainya saya terbiasa telah shalat subuh, itu kondisi yang buruk maka saya
harus move up agar saya bisa shalat
subuh tepat waktu. Seandainya Anda telah terbiasa shalat subuh berjamaah,
apakah Anda harus meninggalkan shalat subuh berjamaah? Tidak! Kita harus
berpindah dari zona nyaman ketika zona nyaman kita tidak baik untuk menuju
kepada zona baru yang lebih baik. Of
course, it will be hard to wake up
three hours earlier, there will be a noisy alarm that will disturbs your sleep.
Menurut saya, kita tidak harus meninggalkan zona nyaman ketika zona nyaman
kita telah baik, tanpa mengenal diri sendiri.
Pengalaman saya berikut mungkin akan membuka mata dan
pikiran Anda.
Pada bulan Juli-Agustus tahun 2013 yang lalu, saya
berkesempatan untuk hidup selama lebih kurang dua bulan di suatu pulau di
Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Menurut data statistik, mayoritas
penduduk disana beragama Islam, ingat bahwa data statistik di Indonesia sering
menipu. Sebelum berangkat ke pulau tersebut, saya tinggal di Banguntapan,
kebetulan kamar saya dekat dengan masjid. Alhamdulillah, saya hampir selalu
bangun pagi dan bisa shalat subuh di masjid. Selain subuh, insya Allah saya
juga senantiasa berupaya untuk melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah
di awal waktu, sesaat setelah kumandang adzan. Kembali ke pulau tersebut,
kebetulan disana listrik tidak mengalir 24 jam sebagaimana di Jogja. Salah satu
efeknya adalah terhambatnya suara adzan dari masjid setempat.
Di Banguntapan, saya telah merasa nyaman. Singkatnya, here is my comfort zone. Ketika berada
di pulau asing tersebut, saya merasa telah keluar dari zona nyaman. Agar lebih
spesifik, saya cukup membahas masalah shalat. Di Jogja, saya bisa shalat
berjamaah dimana pun, saya bahkan bisa memilih ingin shalat dimana. Disana,
saya tidak bisa memilih, saya bahkan tidak mendengar kumandang adzan. Rutinitas
shalat jamaah saya kacau. Tabel shalat yang saya buat pun terbengkalai karena
saya bingung untuk menentukan apakah saya telat atau tepat waktu, apakah jamaah
atau munfarid, saya bingung. Disini, ada adzan yang jelas-jelas menunjukkan
waktu shalat, disana saya bingung karena tidak ada orang yang adzan. Listrik
memang tidak ada namun masjid adalah satu-satunya tempat umum yang memiliki aki
sehingga bisa menggunakan listrik kapan pun!
Menurut kalian, dimana letak kesalahan saya?
Yup, betul. Saya belum mengenali diri saya sendiri. Saya
tidak sadar bahwa level shalat saya masih level kumandang adzan, belum level
putaran matahari. Keadaan saya disana? Remuk! Sepulang dari sana hidup saya
hanya ada syukur dan syukur.
Demikian pengalaman saya yang semoga bisa memberi gambaran
pada kalian tentang zona nyaman. Saran saya, jika zona nyaman kita sudah baik
maka kita hanya perlu meng-upgrade,
bukan meninggalkannya. Contohnya pengalaman shalat saya di atas. Silakan cari
di Google, hadits atau bertanya pada kyai yang Anda anggap hebat, Anda akan
menemukan banyak sekali keutamaan shalat jamaah dan shalat tepat waktu. Ketika
saya bisa shalat berjamaah dan tepat waktu, saya mengamalkan berbagai keutamaan
tapi jika saya tidak mengamalkannya, apa artinya? Jangan menelan mentah-mentah
nasihat orang lain!
Ketika badan kita merasa nyaman, sehat dan pikiran terasa
jernih dengan tidur jam 22.00 dan bangun pukul 04.00, kita tidak perlu
meninggalkannya, hanya perlu upgrade agar
kita senantiasa berkembang. Contoh upgrade
sederhana yang efeknya luar biasa. Setelah shalat subuh, Anda terbiasa
menyaksikan berita di televisi yang menunjukkan berbagai kasus yang terjadi di
Tanah Air sehingga Anda berpikir bahwa Indonesia adalah Negara yang busuk. Coba
upgrade pagi Anda dengan berjalan
keluar rumah, lihatlah orang-orang yang sedang membersihkan sampah atau
pedagang yang sudah siap dengan lapaknya. Perlahan-lahan Anda akan sadar bahwa ada
buaaanyyaaaakkk orang baik di Indonesia yang bekerja keras dan layak untuk
dicontoh. Atau mungkin Anda bisa mengikuti senam pagi di tempat tertentu, badan
Anda akan jauh lebih sehat dibandingkan hanya menyaksikan berita sambil
menghisap rokok dan menyeruput kopi atau teh panas di cangkir Anda.
Kembali pada pembahasan zona nyaman, ikuti nasihat Sun Tzi
berikut, Know yourself and you will win
all battles. Identifikasi diri Anda, identifikasi lingkungan Anda, jangan
gegabah untuk meninggalkan zona nyaman. For
me, upgrading is enough, I don’t think that comfort zone is a bad zone to live.
Anda tidak bisa berkembang jika terus berada di zona nyaman, itu adalah kalimat
bodoh. Orang yang mengatakan kalimat itu tidak mengenal kata upgrade.
Jika Anda hanya melakukan 10 kali push up per hari selama bertahun-tahun maka Anda memang tidak bisa
berkembang. Namun demikian, Anda tidak harus langsung beralih ke bench-press. Pertimbangkan bahwa untuk
melakukan bench-press Anda perlu barbell, butuh uang untuk membelinya atau
untuk menggunakannya di gym. Jika
zona nyaman Anda adalah push up, maka
Anda cukup meng-upgrade kemampuan push up dari hari ke hari atau minggu ke
minggu. Sampai detik ketika saya menulis kalimat ini, push up masih GRATIS dan dapat dilakukan hampir dimana pun berada. So, kenapa harus beralih ke bench-press untuk membentuk otot dada
jika Anda bisa meng-upgrade push up?
Kenali dirimu.
Terakhir kali, saya kembali menyarankan Anda untuk menelaah
lagi zona nyaman yang kini Anda tempati. Is
it a good zone or a bad one? Identify
it then make a decision to your life. On
some case, we just need to upgrade it, not to leave it. Identify it again and
again. Identify yourself and you will be the best one you can be(come).
Masih mau meninggalkan zona nyaman?
Tulisan yang bagus Wild...seperti biasanya. He..he...pengertian zona nyaman cukup banyak ya Wild. Tapi saya malah kadang-kadang terbetik untuk meninggalkan zona nyaman saya je. Menjadi penulis lepas dengan sejuta ide mungkin menjadi pilihan yang menarik, meskipun belum tentu nyaman dari segi finansial. Tetapi saya mungkin bisa memperoleh kebebasan yang lain....kebebasan mengembangkan ide. Hmmm....agaknya we should think our comfort zone very carefully before we leave it ... Tengkyu sudah berbagi.
ReplyDelete