Saturday 5 July 2014

3 Juli 2014, THINK




Selamat pagi, siang, malam, atau kapan pun Anda membaca posting ini. Rangkaian kata-kata sederhana ini saya buat setelah membaca kritik seorang teman di Twitter yang meminta saya untuk ‘think’. Here are my ‘think’, I hope you read it.
Kasus 1
Dalam suatu waktu di suatu tempat, ada seorang siswa SMP dengan tinggi 145 cm dan berat 35 Kg sedang dihadang oleh seorang siswa SMA dengan tinggi 160 cm dan berat 50 Kg. Jika Anda seorang yang lahir sebelum tahun 2000, seharusnya Anda paham dengan maksud ‘dihadang’ dalam paragraf ini. Baiklah saya jelaskan kalau tidak tahu, maksud dihadang disini adalah sang siswa SMA berusaha untuk memalak siswa SMP dengan mengandalkan keunggulan fisik dan usia. Singkat cerita, kedua anak sekolah tersebut berkelahi, secara garis besar ada dua kemungkinan menurut saya:
1.       Siswa SMA berhasil memalak, memukul, dan menganiaya siswa SMP sehingga sang siswa SMP merasa butuh pertolongan dan siapa pun yang berada di sekitar tempat kejadian wajib untuk menolongnya.
2.       Siswa SMP berhasil melawan bahkan membuat sang senior bertekuk lutut. Mungkin saja sang siswa SMP seorang murid beladiri yang rajin dan berprestasi sedangkan si pemalak adalah remaja yang setiap hari merokok dan mabuk-mabukan bersama para preman di kampungnya. Kesimpulannya, siswa SMP yang menjadi korban tidak butuh pertolongan karena dia mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
Kasus 2
Di suatu tempat, ada seorang master beladiri yang sangat disegani di seluruh penjuru Nusantara. Dia adalah seorang pendekar tanpa tanding! Selain ahli beladiri, dia juga cerdas dalam ilmu pengetahuan, bisa dikatakan bahwa dia adalah seorang yang serba bisa, komplit lah. Pada suatu ketika, istrinya sedang pergi dan pembantunya sedang pulang kampung. Dia merasa lapar dan butuh makan tapi istrinya berkata bahwa semua makanan yang dijual di warung dekat rumahnya tidak sehat sehingga sang istri melarangnya untuk makan di warung, dengan alasan apa pun. Sang pendekar sudah sangat lapar tapi dia tidak tahu bagaimana cara memasak nasi, dia sama sekali tidak tahu bumbu-bumbu yang ada di dapur. Dia kelaparan dan membutuhkan pertolongan. Dia sudah menelfon istrinya dan teman-teman dekatnya untuk memohon pertolongan agar mereka mengajarinya memasak. Jawaban istri dan teman-temannya membuatnya kecewa, mereka berkata ‘Kamu ini jagoan kok masak nasi aja ga bisa sih?’ Ada orang yang jelas-jelas butuh bantuan, dia telah memberitahu banyak orang namun banyak orang tersebut menganggap bahwa ia tidak perlu ditolong karena mereka menganggap bahwa itu adalah masalah sangat sepele. We have to THINK! Sepele bagi mereka adalah permasalahan super berat untuk dia.

Dari dua kasus di atas, mari kita beranalogi. Kita sering berpikir bahwa si A yang bekerja sebagai kuli bangunan dengan pendapatan Rp. 50.000/hari adalah orang yang butuh bantuan finansial. Faktanya, si A selalu bersedekah Rp. 5000/hari dan entah darimana asalnya, keluarganya tidak punya hutang bahkan punya tabungan. Kita sering berpikir bahwa siswa SMP selalu lebih lemah daripada siswa SMA, kita berpikir bahwa memasak nasi itu jauh lebih gampang daripada berlatih kata atau chi sao. Faktanya, setiap orang butuh pertolongan untuk hal-hal yang memang di luar kemampuannya.

Sekarang kita bahas kasus pada tanggal 3 Juli 2014. Saat bada maghrib, kucing saya membawa seekor kutilang ke dalam rumah. Kutilang tersebut masih hidup, seluruh organ-organ tubuhnya masih lengkap hanya saja dia mengalami luka sangat parah pada salah satu sayapnya sehingga tidak bisa terbang. Saya tidak tega melihat pembunuhan terhadap burung kutilang tersebut sehingga saya berusaha melindungi burung tersebut dari serangan kucing saya.
Pada suatu titik, saya merasakan kegalauan luar biasa dalam hidup, mungkin kegalauan terbesar yang pernah saya alami. Saya paham bahwa kucing memangsa burung adalah hal yang sangat amat alami, saya sering melihatnya di tivi atau di media lain. Saya juga sudah berkali-kali melihat kucing saya memakan burung yang sudah mati. Permasalahannya adalah burung ini masih hidup dan saya tidak tega melihat pembunuhan. Saya merasa galau luar biasa karena saya menyayangi burung ini, ini adalah tentang hak hidup si burung. Di sisi yang lain, saya akan mendzalimi kucing saya jika ‘merampas’ hasil buruannya. Permasalahan lain adalah burung kutilang merupakan koleksi burung pertama saya, I think you know the meaning of first love, I love kutilang more than another bird. Di tengah kegalauan, saya bertanya kepada beberapa teman saya via whatsapp, mereka tidak menjawab hingga sekitar 30-40 menit setelah jelaskan duduk perkaranya dan saya mohon saran kepada mereka. Setelah 30-40 menit yang menurut saya sangat lama, saya posting lah duduk perkara saya di Twitter, saya jelaskan dari awal sampai akhir. Pada akhir penjelasan twit saya kurang lebih berkata ‘suatu saat saya akan dihisab karena masalah ini, kalian membaca ini dan kalian tahu maka kalian pun akan menerima hisab karena tidak membantu saya yang sedang butuh pertolongan’. Saya sudah jelaskan secara detail duduk perkaranya, tiba-tiba keesokan harinya ada seorang teman membalas dan berkata ‘jangan melibatkan orang lain yang tidak tahu apa-apa dan mengancamnya dengan dosa dan hisab. Think’ ya kurang lebih begitu.
Pertanyaan saya, cuma membaca satu twit yang dibalas oleh pacarmu atau sudah kroscek ke twit-twit sebelumnya? Apakah penjelasan via kalimat dalam twit adalah ‘tidak tahu apa-apa’ padahal sudah saya jelaskan dalam kurang lebih 10 twit yang artinya ada sekitar 1400 karakter yang saya gunakan untuk menjelaskan. Kalau begitu masih ‘tidak tahu apa-apa’ lalu aku harus bagaimana? Apa iya aku perlu mendatangi 400an followers twitterku satu per satu untuk bertanya tentang apa yang harus aku lakukan terhadap burung itu? Seperti kata kamu, THINK!

No comments:

Post a Comment