Selamat pagi, siang, malam, atau kapan pun Anda membaca posting ini. Rangkaian kata-kata
sederhana ini saya buat setelah membaca kritik seorang teman di Twitter yang
meminta saya untuk ‘think’. Here are my ‘think’, I hope you read it.
Kasus 1
Dalam suatu waktu di suatu tempat, ada seorang siswa SMP dengan
tinggi 145 cm dan berat 35 Kg sedang dihadang oleh seorang siswa SMA dengan
tinggi 160 cm dan berat 50 Kg. Jika Anda seorang yang lahir sebelum tahun 2000,
seharusnya Anda paham dengan maksud ‘dihadang’ dalam paragraf ini. Baiklah saya
jelaskan kalau tidak tahu, maksud dihadang disini adalah sang siswa SMA
berusaha untuk memalak siswa SMP dengan mengandalkan keunggulan fisik dan usia.
Singkat cerita, kedua anak sekolah tersebut berkelahi, secara garis besar ada
dua kemungkinan menurut saya:
1.
Siswa SMA berhasil memalak, memukul, dan
menganiaya siswa SMP sehingga sang siswa SMP merasa butuh pertolongan dan siapa
pun yang berada di sekitar tempat kejadian wajib untuk menolongnya.
2.
Siswa SMP berhasil melawan bahkan membuat sang
senior bertekuk lutut. Mungkin saja sang siswa SMP seorang murid beladiri yang
rajin dan berprestasi sedangkan si pemalak adalah remaja yang setiap hari
merokok dan mabuk-mabukan bersama para preman di kampungnya. Kesimpulannya,
siswa SMP yang menjadi korban tidak butuh pertolongan karena dia mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri.
Kasus 2
Di suatu tempat, ada seorang master beladiri yang sangat
disegani di seluruh penjuru Nusantara. Dia adalah seorang pendekar tanpa
tanding! Selain ahli beladiri, dia juga cerdas dalam ilmu pengetahuan, bisa
dikatakan bahwa dia adalah seorang yang serba bisa, komplit lah. Pada suatu
ketika, istrinya sedang pergi dan pembantunya sedang pulang kampung. Dia merasa
lapar dan butuh makan tapi istrinya berkata bahwa semua makanan yang dijual di
warung dekat rumahnya tidak sehat sehingga sang istri melarangnya untuk makan
di warung, dengan alasan apa pun. Sang pendekar sudah sangat lapar tapi dia
tidak tahu bagaimana cara memasak nasi, dia sama sekali tidak tahu bumbu-bumbu
yang ada di dapur. Dia kelaparan dan membutuhkan pertolongan. Dia sudah
menelfon istrinya dan teman-teman dekatnya untuk memohon pertolongan agar
mereka mengajarinya memasak. Jawaban istri dan teman-temannya membuatnya
kecewa, mereka berkata ‘Kamu ini jagoan kok masak nasi aja ga bisa sih?’ Ada
orang yang jelas-jelas butuh bantuan, dia telah memberitahu banyak orang namun
banyak orang tersebut menganggap bahwa ia tidak perlu ditolong karena mereka
menganggap bahwa itu adalah masalah sangat sepele. We have to THINK! Sepele bagi
mereka adalah permasalahan super berat untuk dia.
Dari dua kasus di atas, mari kita beranalogi. Kita sering
berpikir bahwa si A yang bekerja sebagai kuli bangunan dengan pendapatan Rp.
50.000/hari adalah orang yang butuh bantuan finansial. Faktanya, si A selalu
bersedekah Rp. 5000/hari dan entah darimana asalnya, keluarganya tidak punya
hutang bahkan punya tabungan. Kita sering berpikir bahwa siswa SMP selalu lebih
lemah daripada siswa SMA, kita berpikir bahwa memasak nasi itu jauh lebih
gampang daripada berlatih kata atau chi sao. Faktanya, setiap orang butuh
pertolongan untuk hal-hal yang memang di luar kemampuannya.
Sekarang kita bahas kasus pada tanggal 3 Juli 2014. Saat bada
maghrib, kucing saya membawa seekor kutilang ke dalam rumah. Kutilang tersebut
masih hidup, seluruh organ-organ tubuhnya masih lengkap hanya saja dia
mengalami luka sangat parah pada salah satu sayapnya sehingga tidak bisa
terbang. Saya tidak tega melihat pembunuhan terhadap burung kutilang tersebut
sehingga saya berusaha melindungi burung tersebut dari serangan kucing saya.
Pada suatu titik, saya merasakan kegalauan luar biasa dalam
hidup, mungkin kegalauan terbesar yang pernah saya alami. Saya paham bahwa
kucing memangsa burung adalah hal yang sangat amat alami, saya sering
melihatnya di tivi atau di media lain. Saya juga sudah berkali-kali melihat
kucing saya memakan burung yang sudah mati. Permasalahannya adalah burung ini
masih hidup dan saya tidak tega melihat pembunuhan. Saya merasa galau luar
biasa karena saya menyayangi burung ini, ini adalah tentang hak hidup si
burung. Di sisi yang lain, saya akan mendzalimi kucing saya jika ‘merampas’
hasil buruannya. Permasalahan lain adalah burung kutilang merupakan koleksi
burung pertama saya, I think you know the meaning of first love, I love kutilang
more than another bird. Di tengah kegalauan, saya bertanya kepada beberapa
teman saya via whatsapp, mereka tidak menjawab hingga sekitar 30-40 menit
setelah jelaskan duduk perkaranya dan saya mohon saran kepada mereka. Setelah 30-40
menit yang menurut saya sangat lama, saya posting
lah duduk perkara saya di Twitter, saya jelaskan dari awal sampai akhir. Pada
akhir penjelasan twit saya kurang lebih berkata ‘suatu saat saya akan dihisab
karena masalah ini, kalian membaca ini dan kalian tahu maka kalian pun akan
menerima hisab karena tidak membantu saya yang sedang butuh pertolongan’. Saya sudah
jelaskan secara detail duduk perkaranya, tiba-tiba keesokan harinya ada seorang
teman membalas dan berkata ‘jangan melibatkan orang lain yang tidak tahu
apa-apa dan mengancamnya dengan dosa dan hisab. Think’ ya kurang lebih begitu.
Pertanyaan saya, cuma membaca satu twit yang dibalas oleh
pacarmu atau sudah kroscek ke twit-twit sebelumnya? Apakah penjelasan via
kalimat dalam twit adalah ‘tidak tahu apa-apa’ padahal sudah saya jelaskan
dalam kurang lebih 10 twit yang artinya ada sekitar 1400 karakter yang saya
gunakan untuk menjelaskan. Kalau begitu masih ‘tidak tahu apa-apa’ lalu aku
harus bagaimana? Apa iya aku perlu mendatangi 400an followers twitterku satu
per satu untuk bertanya tentang apa yang harus aku lakukan terhadap burung itu?
Seperti kata kamu, THINK!
No comments:
Post a Comment