Friday 12 September 2014

Klenikisasi Pendidikan



Konon katanya, Republik Indonesia telah merdeka selama 69 tahun. Selama kurun waktu tersebut, telah banyak insinyur, dokter, sarjana, master, doktor, dan profesor yang dilahirkan. Konon katanya, orang terdidik akan berpikir secara rasional dengan pemikiran logis sehingga dapat diterima oleh orang lain.
Tanpa perlu diragukan, Kebudayaan Jawa telah menyumbangkan banyak hal untuk Indonesia. Salah satu Budaya Jawa yang cukup populer adalah klenik, sesuatu yang tersembunyi. Klenik adalah budaya zaman dahulu yang dianggap tidak logis sehingga sering ditertawakan.
            Gelar sebagai klenik
Dalam dunia pendidikan dan banyak hal lain, berlaku prinsip Reward and Punishment. Menghukum siswa yang terlambat untuk menghormat bendera adalah salah satu punishment yang lazim ditemukan. Sementara itu, anak yang memperoleh nilai sangat baik dalam ujian akan mendapatkan ranking yang baik dalam level kelas dan atau sekolah, suatu penghargaan atau reward yang diterapkan hampir di seluruh Indonesia.
Seorang pemuda lulusan SMA tidak bisa langsung menjadi seorang insinyur. Gelar insinyur hanya dapat diperoleh apabila ia bekerja keras menempuh ujian masuk perguruan tinggi, jika diterima maka ia harus belajar selama bertahun-tahun untuk mendapatkan gelar insinyur. Gelar adalah penghargaan untuk seseorang yang telah mencapai keadaan tertentu sehingga ia dianggap layak menerima gelar tersebut. It’s not easy to get a title.
Pada masa modern, gelar menjadi sesuatu yang sangat penting dalam usaha bertahan hidup. Gelar Tamat SMP, Tamat SMA/K, Diploma, Sarjana atau gelar apa pun, hampir selalu menjadi persyaratan utama bagi pelamar kerja. Hal ini merupakan upaya positif dari instansi agar kualitas Sumber Daya Manusia instansi terjaga sehingga kualitas instansi pun akan terjaga.
Gelar kependidikan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan modern. Saking pentingnya, gelar kependidikan telah menjadi suatu klenik. Semakin tinggi gelar maka kualitas dari individu atau kelompok tersebut dianggap semakin tinggi. Berdasarkan paradigma tersebut, banyak individu dan kelompok yang berlomba-lomba untuk menambah gelar, misalnya doktor untuk individu dan Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI) untuk kelompok, atau gelar-gelar lain yang dikembangkan dan atau direkayasa.
            Urgensi dan esensi pendidikan
Pada dasarnya, manusia butuh pendidikan, gelar adalah bonus. John Dewey menyatakan bahwa pendidikan bukan alat untuk menghadapi kehidupan, pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Pendidikan adalah kebutuhan pokok setiap manusia agar tetap hidup. Seseorang harus berpendidikan entah lewat pendidikan formal, informal maupun non-formal. Setiap manusia harus terdidik!
Di tengah masyarakat yang menghambakan diri kepada gelar, pendidikan telah kehilangan esensinya. Pendidikan masa kini hanya berorientasi pada gelar, bukan rasionalitas berpikir, kualitas intelektual, mental, dan spiritual. Masyarakat Indonesia yang sakit menganggap bahwa seseorang yang memiliki gelar adalah ahli dalam suatu bidang tertentu tanpa peduli bagaimana proses ‘sang ahli’ memperoleh gelar tersebut. Gelar kependidikan telah menjadi klenik bagi masyarakat yang sakit. Bangsa yang sakit, bangsa yang tidak rasional, bangsa yang klenik, dan bangsa yang pantas untuk ditertawakan.

No comments:

Post a Comment